Membeli Mobil, Yang Baru atau Bekas?

Membeli Mobil, Yang Baru atau Bekas?

Memiliki sebuah mobil di era 90an hingga awal 2000an hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu yang berkantong tebal. Mungkin sama dengan sepeda motor di era 70 hingga 80an, dapat dihitung dengan jari, terlebih di kampung. Namun, saat ini kondisi telah jauh berubah, memiliki sepeda motor bukanlah barang aneh, hampir setiap rumah memilikinya, bahkan tak cukup satu, bisa 2 atau bahkan lebih, sepeda motor sudah beranjak menjadi kebutuhan primer, bahkan satu level di atasnya lagi, jika ada, terbukti banyak orang yang belum memiliki rumah namun sudah memiliki sepeda motor. Lantas bagaimana dengan mobil? Di era 2020an ini, mobil sepertinya naik kasta dari kebutuhan tersier menjadi kebutuhan sekunder, bahkan kebutuhan primer bagi sebagian orang. Sebagian orang terkadang lebih mementingkan memiliki mobil daripada rumah, sehingga dia memiliki mobil baru, namun tetap tinggal rumah kontrakan selama bertahun-tahun, padahal jika dihitung-hitung, harga mobil barunya hampir atau kuranglebih sama dengan harga sebuah rumah sederhana.

Kita kembali ke judul topik kali ini. Sebenarnya, yang diperlukan dari sebuah mobil itu, barunya atau fungsinya? Hampir pasti semua akan menjawab fungsinya bukan? Namun, pasti ada sebagian pula yang menjawab, “ya fungsinya sih, tapi baru juga perlu dong.” Memang manusia ya, wajar. Namun coba mari kita berhitung sederhana, sesuatu yang sangat jarang orang menghitungnya, atau memperhatikannya, yaitu penurunan harga mobil. Sebagian besar orang membeli mobil tanpa berpikir penurunan harga yang akan dialaminya. Dia berpikir bahwa mobil itu akan dimilikinya selamanya. Bagaimana pada kenyataannya? Akan sangat berbeda bukan? Berdasarkan sebuah survey, rata-rata orang memiliki sebuah mobil sejak baru HANYA sekitar 5 hingga 6 tahun, bahkan bisa lebih cepat lagi sekitar 3-4 tahun saja, menyesuaikan tenor kredit hingga si mobil lunas, begitu lunas langsung ganti yang baru lagi, demikian seterusnya.

Berdasarkan pengamatan saya pribadi, sebuah mobil baru akan mengalami penurunan harga sekitar 100 juta hanya dalam waktu 3 tahun. Itu untuk mobil kelas “biasa”, yang kerap kita jumpai di jalanan, sementara untuk mobil kelas premium, penurunan harganya akan lebih tajam lagi tentunya. Sebagai contoh, sebuah Toyota Alphard keluaran 2008, saat ini dibanderol hanya sekitar 180 juta, itupun masih bisa nego. Dalam waktu 11-12 tahun saja, sebuah mobil berharga diatas 1 milyar, mengalami penurunan harga lebih dari 900 juta, itu artinya jika dirata-rata tiap tahun si pemilik membuang uang percuma sebesar lebih dari 75 juta bukan? Tapi seorang yang mampu membeli Alphard tentunya tak akan berpikir penurunan harga, uangnya sudah berlebih bukan?

Namun, orang selevel kita pastinya harus berbeda dengan mereka. Jika mereka tidak pernah berpikir mengenai penurunan harga mobil mewahnya, kita mestinya memikirkan urusan itu, karena meskipun mobil kelas rakyat, jika 4 tahun semenjak beli dari showroom lalu mengalami penurunan harga 100 juta, itu artinya setiap tahun kita kehilangan uang cuma-cuma sebanyak 25 juta! Sama artinya kita kehilangan uang sebanyak 2 juta tiap bulannya. Lumayan bukan? Bagaimana jika pendapatan bulanan kita berada di angka sekitar 10 juta, maka otomatis 2,5 jutanya sendiri telah terbuang percuma, menguap bersama “hilangnya” harga mobil baru kita, sementara tiap bulan pun uang kita masih berkurang untuk mencicil si mobil baru dengan tenor 4 tahun. Saya kutip dari sebuah halaman web perhitungan angsuran mobil, maka sebagai gambaran, sebuah mobil baru seharga 260 juta, dengan DP 25% atau sebanyak 65 juta, memiliki besar angsuran sebesar kuranglebih 5 juta untuk tenor 48 bulan (4 tahun), sementara harga mobil tersebut setelah terpakai selama 4 tahun hanya berada di level harga sekitar 120 juta saja, yang sama artinya bahwa setiap tahun kita kehilangan uang sebanyak 35 juta rupiah, atau 3 juta per bulan! Lalu di akhir tahun keempat, kita pun bosan menggunakan mobil tersebut, dan menjualnya dengan harga 120 juta saja. Jadi mari kita hitung berapa pengeluaran kita setiap bulannya, cicilan mobil 5 juta, penurunan harga mobil yang jarang kita hitung ternyata 3 juta, total 8 juta per bulan, hanya untuk urusan mobil saja, belum keperluan lain-lain yang lebih utama, padahal penghasilan kita hanya 10 juta per bulannya!

Lalu bagaimana solusinya jika kita ingin hidup lebih bahagia? Mudah! Uang 65 juta yang sedianya kita gunakan untuk membayar uang muka sebuah mobil baru, tak perlu kita gunakan untuk mengambil mobil baru di showroom, namun cukup kita gunakan untuk membeli sebuah mobil bekas. Mobil bekas seharga 65 juta saya rasa sudah lebih dari cukup untuk kita gunakan sehari-hari. Enak bukan? Kita tidak perlu mencicil 5 juta tiap bulannya, kemudian penurunan harganya juga sudah tidak “seheboh” mobil baru. 5 tahun kita pakai, mobil itu tak akan menjadi seharga NOL rupiah bukan? Ada 8 juta kita saving setiap bulannya, dan uang sebanyak itu bisa kita gunakan untuk berbagai macam keperluan yang jauh lebih penting, ketimbang membuangnya percuma hanya sekedar untuk menuruti gengsi memakai mobil baru. Demikian semoga bermanfaat.

 

Daftar Pustaka

https://cintamobil.com/review-mobil/nissan-grand-livina-2017-suv-dengan-rasa-sedan-yang-siap-berikan-keamanan-dalam-berkendara-aid71. Diakses pada 21 Mei 2020.

 

https://id.priceprice.com/Nissan-Livina-8093/. Diakses pada 21 Mei 2020.

 

https://oto.detik.com/mobil/d-3474150/berapa-lama-orang-mengganti-mobilnya. Diakses pada 21 Mei 2020.

Label

Ekonomi

Fasilitas komentar tidak disertakan.

Zona Integritas

Zona Integritas BDI Yogyakarta