Mengenal Waste Yang Kelima, Excess Inventory

Dalam seri tulisan ”The Seven Waste” yang keenam ini, kita akan berfokus untuk membahas waste yang kelima, yaitu persediaan berlebih (excess inventory).

Pemborosan jenis ini hampir sama dengan pemborosan karena produksi berlebih, hanya saja pemborosan jenis ini lebih disebabkan karena pembelian yang terlalu banyak sehingga menyebabkan penumpukan persediaan.Hal ini dapat berdampak negatif bagi perusahaan diantaranya cash flow perusahaan yang akan terhambat karena stok yang berlebih, terpakainya ruang kerja yang lebih bernilai apabila digunakan untuk sesuatu yang lain daripada sebagai ruang stok perusahaan.

Salah satu manfaat yang paling signifikan dari pengaplikasian prinsip-prinsip Lean Manufacturing dalam perusahaan ialah penghilangan atau penundaan rencana yang tidak perlu dalam pengembangan ruang gudang yang seringkali memakan waktu dan sumber daya yang tidak sedikit untuk sesuatu yang tidak perlu dilakukan.

Umumnya, penggunaan inventory dalam jumlah besar cenderung dilakukan oleh manufaktur “tradisional” teruatma industri yang menggunakan sistem make-to-stock, dengan harapan untuk membuat kinerja mesin lebih efisien serta untuk berjaga-jaga jika ada masalah terkait produksi, supplier, ataupun mesin mengalami breakdown.Padahal, dengan cara seperti ini justru akan jauh lebih banyak dana perusahaan yang mengendap dan tidak berputar. Pemborosan ini dapat disebabkan oleh penyimpanan inventory yang melebihi volume gudang yang ditentukan, material yang rusak karena terlalu lama disimpan atau terlalu cepatdikeluarkan dari gudang, dan material yang kadaluarsa. Jenis pemborosan pada industri make-to-stock ini memang tidak dapat dihindari secara total, namun dapat diminimalkan.

Tindakan yang dapat dilakukan untuk menghilangkan excess inventory ini diantaranya adalah:

  • Memproduksi sesuai pesanan konsumen
  • Segera menjadwal untuk mendaur ulang produk yang cacat atau rusak
  • Menyingkirkan barang-barang persediaan yang tidak diperlukan lagi (prinsip pemeliharaan dan pengaturan tempat kerja)
  • Tidak memproduksi barang yang tidak diperlukan untuk proses selanjutnya (prinsip keseimbangan jalur/line balancing)
  • Tidak membeli atau membawa barang-barang dalam ukuran lot besar

Excess inventory banyak disebabkan karena over production, sistem penjualan produkdan juga sistem keluar-masuknya barang, oleh karena itu kita masih menggunakan contoh kasus yang terjadi pada sentra IKM Logam di Nitikan, Yogyakarta. Di sini, persediaan berlebih banyak disebabkan karena proses penjualan produk lebih menggunakan sistem LIFO (last in first out) bukan FIFO (first in first out) sehinggga produk yang sudah masuk pertama, mempunyai kecenderungan mengalami kerusakan karena lamanya waktu penumpukan produk di gudang penyimpanan.

Dari banyaknya produk jadi yang diproduksi tanpa memperhatikan banyaknya jumlah pesanan, maka berdampak pada kurangnya space di gudang ataupun lantai pabrik. Kurangnya space tersebut berdampak pada terhambatnya gerak para pekerja yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas dan kuantitas produksi. Tidak hanya itu, excessinventory juga berdampak pada rusaknya barang jadi yang tersimpan terlalu lama, entah karena karat/korosi; terlalu kotor karena debu sehingga memerlukan proses pembersihan yang tentunya memakan waktu, tenaga dan biaya tambahan; atau kerusakan barang yang disebabkan oleh penumpukan. Dampak yang juga dapat dirasakan adalah terhambatnya arus cash flow perusahaan karena sebagian besar modal tertanam pada produk jadi yang tersimpan, sehingga untuk dapat digunakan sebagai modal produksi lagi, pengusaha harus menunggu produknya terjual.

Persediaan berlebih yang diletakkan di ruang kerja menunjukkan bahwa persediaan yang berlebihan hingga tidak tertampung pada gudang inventory yang telah disediakan, dan harus ditumpuk di lantai pabrik. Hal  tersebut tentu akan mengganggu aktivitas karyawan serta mengurangi ruang gerak yang dapat berakibat pada menurunnya kinerja.

 

DAFTAR REFERENSI

 

Abdullah, Fawaz, Lean Manufacturing Tools and Techniques In The Process Industry With the Focus on Steel, Dissertation, University of Pittsburgh, 2003.

 

Akinlawon, Akin, Thingking Of Lean Manufacturing System.

 

Becker, Ronald, Lean Manufacturing And The Toyota Production System.

 

Fanani, Zaenal,dkk., Implementasi lean manufacturing untuk peningkatan produktivitas (studi kasus pada pt. ekamas fortuna malang), Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII, Program Studi MMT-ITS, Surabaya, 5 pebruari 2011.

 

Fitriyah, Ni’matul., Peningkatan mutu produk kain grei pada departemen weaving iii PT. Dan liris Sukoharjo dengan menggunakan pendekatanLean six sigma, Skripsi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2012.

 

Jahja, Kristianto, 5R, Productivity & Quality Management Consultants, Jakarta Pusat, 1995.

 

Jeffrey K. Liker, The Toyota Way: 14 Management Principles from theWorld's Greatest Manufacturer, McGraw-Hill © 2004.

 

Monden, Yasuhiro, Sistem Produksi Toyota, Seri Manajemen Operasi No.8, Edisi Indonesia , Cetakan pertama, PPM, Jakarta, 1995.

Fasilitas komentar tidak disertakan.

Zona Integritas

Zona Integritas BDI Yogyakarta