PROSES TERBENTUKNYA PIKIRAN

Berpikir itu sederhana dan hanya butuh waktu sekejap. Namun, ia memiliki proses yang kuat dari sedikitnya tujuh sumber yang berbeda. Tujuh sumber itu memberi kekuatan luar biasa pada proses berpikir dan menjadi referensi bagi akal yang digunakan setiap orang, entah disadari atau tidak. Ketujuh sumber tersebut adalah:

 

  1. Orangtua

“Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”, mungkin itulah ungkapan yang pas untuk menggambarkan bahwa perilaku dan cara berpikir seorang anak biasanya tidak akan jauh berbeda dari orangtuanya, hal ini menunjukkan bahwa orangtua memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter anak. Dalam hidup seseorang, maka proses berpikir yang pertama didapatkannya berasal dari orangtuanya. Orangtua merupakan orang pertama yang kita tiru dan menjadi tempat belajar kita. Ratu Elizabeth II berkata, “Aku belajar seperti proses belajarnya kera, yaitu dengan menyaksikan orangtua dan meniru mereka.” Dari orangtua kita belajar tentang kata-kata, ekspresi wajah, gerakan tubuh, perilaku, norma, keyakinan agama, prinsip dan nilai-nilai luhur. Itulah proses berpikir yang pertama di dunia ini. Semua ini kita terima dari orangtua--orang paling penting dalam membentuk proses berpikir. Proses ini kemudian mengakar dalam diri lalu menjadi referensi utama dalam berinteraksi dengan diri sendiri atau dengan dunia luar.

 

  1. Keluarga

Setelah orangtua, kita melihat sisi dunia lain yang terdekat, yaitu keluarga: saudara laki-laki, saudara perempuan, kakek, nenek, paman, bibi dan anak-anak mereka. Mereka inilah orang-orang terdekat di sekeliling kita selain orangtua kita. Dari mereka, akal kita menangkap informasi baru dan menggabungkannya dengan informasi yang telah ada. Sebagai contoh, seseorang yang hidup dalam lingkungan keluarga pedagang/pengusaha, kemungkinan besar akan tumbuh menjadi seorang pengusaha juga. Hal ini disebabkan karena semenjak kecil, dia telah terbiasa terlibat dengan kegiatan-kegiatan bisnis keluarganya. Demikian pula seseorang yang tumbuh dalam lingkungan keluarga ulama, biasanya dia juga akan menjadi seorang ulama.

 

  1. Lingkungan

Lingkungan adalah orang-orang di sekitar yang berinteraksi dengan kita: tetangga, tukang sayur, sopir taksi dan semua orang yang tinggal di lingkungan kita. Akal terus mengikat informasi yang didapat dari luar dan disatukan dengan informasi yang sudah tersimpan di alam bawah sadar. Sebagai contoh, lingkungan yang agamis di sekitar masjid, pondok pesantren atau tempat peribadatan lainnya, biasanya akan membentuk karakter seseorang yang agamis pula, karena semenjak kecil dia telah terbiasa ikut serta dalam kegiatan-kegiatan keagamaan seperti pengajian, sholat berjamaah, tadarus Al-quran, dsb. Sebaliknya, lingkungan yang tidak baik seperti lokalisasi atau kampung pengemis, tentunya akan membentuk karakter tidak baik yang melekat kuat, karena semenjak kecil seseorang terbiasa melihat hal-hal yang tidak baik sehingga dia merasa bahwa hal-hal buruk tersebut bukanlah merupakan sesuatu yang salah.

 

  1. Sekolah

Yang dimaksud dengan lingkungan sekolah adalah ucapan, perilaku, sikap para guru atau pengelola sekolah serta kurikulum yang diberikan. Karena sekolah memiliki pengaruh yang cukup besar dalam proses pembelajaran, maka kita akan dengan mudah meniru apa yang ada di sekolah, baik yang positif maupun negatif. Semua itu memperkaya proses pembentukan pola pikir yang sudah ada sehingga menjadi semakin kuat di alam bawah sadar. Sebagai contoh, seseorang yang bersekolah di sekolah-sekolah militer seperti Taruna Nusantara (Magelang) akan terbentuk menjadi seorang yang memiliki disiplin yang tinggi. Seseorang yang bersekolah di sekolah-sekolah keagamaan, biasanya akan berbeda dengan teman-temannya yang bersekolah di sekolah reguler. Sekolah tentu sangat berpengaruh terhadap cara pandang seseorang, apalagi seorang anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah, sehingga tidak heran jika orangtua berlomba-lomba menyekolahkan anak-anaknya pada sekolah-sekolah yang menurut mereka favorit, yang mengajarkan nilai-nilai tertentu sesuai dengan keinginan si orangtua. Hal tersebut tentunya sangatlah wajar, karena sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter seorang anak.

 

  1. Teman

“Barang siapa berteman dengan penjual kambing maka ia akan tertular baunya, dan barang siapa berteman dengan penjual minyak wangi maka ia akan tertular wanginya.” Sebuah ungkapan yang cocok untuk menggambarkan betapa besar peran teman-teman dalam mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku seseorang. Teman memiliki peran yang paling penting setelah orangtua. Berteman merupakan aktualisasi diri pertama dalam kehidupan karena kita sendiri yang menentukan pilihan, tanpa pengaruh orangtua. Selain itu, teman adalah bukti kebebasan dan bukti penerimaan masyarakat. Sangat mungkin kita belajar perilaku negatif dari teman kita, seperti merokok, mengkonsumsi narkoba, minuman keras dan membolos sekolah. Semua itu ikut mempengaruhi proses pembentukan pikiran kita. Seorang preman dapat berubah menjadi orang yang baik karena ikut/berteman dengan orang-orang yang baik. Demikian juga hal sebaliknya dapat terjadi ketika seseorang tidak pandai dalam memilih teman.

 

  1. Media massa

Anak-anak kita terlalu lama menonton televisi hingga hingga berjam-jam dalam sehari, belum lagi akses internet yang tak terkendali. Mereka dapat terpengaruh oleh apa yang ditonton, baik positif atau negatif. Jika mereka melihat artis atau penyanyi idola mereka merokok, besar kemungkinan mereka ikut merokok, jika yang dilihatnya artis-artis yang memakai rok mini dan baju seksi, maka ini dapat merusak moral mereka, disadari maupun tidak. Selain dampak positif yang diberikan televisi dan internet, kedua media tersebut juga memberikan dampak negatif yang sangat kentara dalam kehidupan jaman sekarang. Sebagian besar tontonan di televisi sangat tidak mendidik, seperti sinetron yang pada umumnya menampilkan adegan-adegan tidak senonoh, penipuan, permusuhan (iri dan dengki) hingga pembunuhan. Penayangan berita-berita mengenai pembunuhan atau berita negatif lainnya bagi sebagian orang malah memberikan pelajaran bagaimana cara membunuh seseorang. Hal-hal tersebut tentunya mengharuskan kita sebagai orang tua harus mengontrol ketat apa menjadi tontonan anak-anak dan keluarga kita tercinta.

Sebuah pusat kajian psikologi dan fisiologi di Selandia Baru menyebutkan bahwa lebih dari 60% kondisi menyedihkan disebabkan oleh media massa yang menyebarkan hal-hal negatif, peperangan, seksualitas dan pelanggaran tata nilai. Sekarang pun siaran televisi banyak menayangkan informasi negatif dan nyanyian cabul dan tidak mendukung nilai luhur yang dijunjung tinggi. Hal-hal semacam ini belakangan tersebar semakin luas dalam kehidupan kita hingga sangat memengaruhi perilaku anak muda. Pengaruh berbahaya ini ikut memperkaya proses pembentukan pikiran setiap orang sehingga menjadi semakin kuat dan mendalam dibandingkan sebelumnya.

 

  1. Diri sendiri

Sekian sumber eksternal turut memperkuat terbentuknya pikiran. Pikiran itu kemudian membentuk keyakinan dan prinsip yang kuat. Selanjutnya kita bisa menambahkan sikap baru yang positif atau negatif. Akal menggabungkan sikap baru itu dengan data-data sebelumnya sehingga proses pembentukan pikiran semakin kuat dan mendalam. Dengan demikian, kita mampu beradaptasi dalam menghadapi dunia luar. Kemampuan inilah yang menentukan kita sukses atau gagal serta bahagia atau sengsara.

Meski tampak sederhana dan lemah, pikiran itu lebih dalam dan lebih kuat daripada yang kita bayangkan. Berpikir melahirkan pengetahuan pemahaman, nilai, keyakinan dan prinsip. Pikiran menjadi titik tolak bagi tujuan dan mimpi-mimpi. la menjadi referensi rasional dalam eksperimentasi, perjalanan hidup, pemaknaan serta cara memahami kebahagiaan dan kesengsaraan. Pikiran bisa jadi penyebab penyakit kejiwaan dan fisik. Pikiran bahagia membuat kita bahagia dan pikiran sengsara membuat kita sengsara. Pikiran takut membuat kita takut dan pikiran berani membuat kita berani. Socrates berkata, “Dengan pikiran, seseorang bisa menjadikan dunianya berbunga-bunga atau berduri-duri.”

Berpikir tidak memiliki batas, dengan kata lain pikiran itu lintas waktu, jarak dan ruang. Pikiran memiliki kekuatan yang bisa muncul pada pagi, siang, sore ataupun malam dalam kondisi apa pun. Pikiran juga mempengaruhi kondisi tubuh kita. Pikiran adalah sumber pendorong perilaku, sikap dan hasil yang kita dapatkan. Pikiran dapat menjadikan kita sebagai seorang berjiwa sehat atau sakit. Pikiran dapat membuat kita mampu membangun tata kehidupan yang sehat atau sebaliknya. Pikiran dapat menjadikan kita menjadi orangtua teladan atau sebaliknya. Pikiran dapat menjadikan kita sebagai karyawan atau pimpinan yang berprestasi atau sebaliknya. Semua itu bergantung pada bagaimana kita merencanakan tujuan dan merealisasikannya.

Plato mengatakan, “Sumber setiap perilaku adalah pikiran.” Dengan pikiran kita bisa maju atau mundur. Dengan pikiran kita bisa bahagia atau sengsara. Kenyataannya, kita dan seluruh manusia di muka bumi ini bisa menjadi seperti sekarang karena pikiran kemarin. Esok atau lusa kita akan mencapai sesuatu yang kita pikirkan hari ini. Ada ungkapan bijak, “Jika Anda ingin sukses, pelajarilah kesuksesan itu dan berpikirlah seperti orang-orang sukses. Jika Anda ingin bahagia, pelajarilah kebahagiaan itu dan berpikirlah seperti orang-orang yang bahagia.” Pikiran adalah hasil pilihan kita sendiri. Sebelum kita memilih pikiran tertentu maka harus kita pertimbangkan baik-baik. Jika pikiran tertentu memiliki dampak positif, mantapkanlah hingga ia menjadi pengontrol perbuatan kita secara konsisten.”

Di dunia olahraga, seorang petenis terkenal, Andre Agassi, akhirnya berhasil ditumbangkan oleh pemain baru yang belum punya banyak pengalaman. Para ahli menasihatinya supaya mundur karena usianya sudah lebih dari tiga puluh tahun. Menurut mereka, ia tidak akan mampu mengalahkan pendatang baru yang masih muda, penuh semangat, energik, dan dinamis. Salah seorang rekan Andre Agassi berpesan, “Supaya Anda tetap bisa mempertahankan reputasi di benak para penggemar, Anda harus gantung raket.” Andre merasa berat menerima nasehat ini walaupun benar secara logis. Dan dalam hatinya ia mendengar bisikan ucapan, “Jangan dengarkan nasehat mereka. Mereka memberikan nasehat berdasarkan cara pandang mereka. Coba sekali lagi, tapi ubahlah cara dan pola pikir Anda.” Andre Agassi benar-benar mencoba lagi dengan cara yang baru. la pergi menyendiri agar bisa berpikir dengan tenang dan merencanakan masa depannya.

Sebulan kemudian Andre Agassi memutuskan untuk selalu ikut dalam kejuaraan internasional sampai akhir hayatnya. Untuk itu ia menunjuk seorang psikolog dan ahli pengembangan diri. Semua orang jadi tahu sebab kekalahan yang berkali-kali diterima Andre Agassi, yaitu pikiran dan keyakinannya. Ternyata semua pikiran Andre Agassi bersifat negatif: usia uzur, kelemahan fisik, dan pesimisme. Kepercayaannya pun negatif dan mempengaruhi persepsinya. Ketika memulai pertandingan ia yakin bahwa ia tidak akan menang. Maka, hasilnya seperti yang ia pikirkan dan ia yakini. Andre Agassi mulai berlatih. Ia memulai perbaikan itu dari dalam dirinya dengan cara visualisasi positif. Berjam-jam ia berlatih hingga keyakinannya berubah menjadi optimis. Artinya, pikiran Andre Agassi sudah positif. Dengan digembleng latihan mental, fisik, dan teknik, Andre Agassi kembali meraih posisi sepuluh besar kelas dunia. Banyak orang angkat topi dan memperbincangkan Andre Agassi karena ia mampu menaklukkan segala rintangan, baik dari dalam maupun dari luar dirinya.

 

 

Daftar referensi:

 

Elfiky, Ibrahim., Terapi Berpikir Positif, Penerbit Zaman, Jakarta, Cetakan XIV, 2014.

 

Aulia, Muhammad., Terapi Ampuh Bisa Selalu Berpikir Positif, Penerbit Flasbooks, Yogyakarta, 2013.

 

http://international.okezone.com/read/2013/12/11/214/910800/erik-weihenmayer-tuna-netra-penakluk-puncak-everest tanggal 12 Desember 2013, diakses pada 19 Februari 2014.

Fasilitas komentar tidak disertakan.

Zona Integritas

Zona Integritas BDI Yogyakarta