Keragaman Dan Kesetaraan Dalam Organisasi Di Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)

ISSU UTAMA

Dengan mulai diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah barang tentu persaingan ketat akan terjadi Kawasan Regional ASEAN.  MEA sendiri merupakan sebuah kawasan yang terintegrasi yang dikenal dan merupakan bentuk realisasi dari tujuan akhir integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Tujuan dibentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ini untuk meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN. Dengan dibentuknya MEA, diharapkan segala permasalahan di bidang ekonomi Negara ASEAN dapat teratasi, dan untuk di Indonesia diharapkan krisis ekonomi seperti yang pernah terjadi di tahun 1997 tidak terulang kembali.

Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para pencari kerja karena dapat banyak tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan akan keahlian yang beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi keluar negeri dalam rangka mencari pekerjaan menjadi  lebih mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu. MEA juga menjadi kesempatan yang bagus bagi para wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Sudah pasti, Sumber Daya Manusia (SDM) dalam sebuah organisasi tertentu juga akan sangat beragam, tidak hanya SDM lintas daerah tetapi juga SDM lintas negara. Beragamnya angkatan kerja sebagai konsekuensi dari diberlakukannya MEA, semestinya tidak disikapi sebagai ancaman bagi perusahaan, tetapi sebaliknya kondisi seperti ini dilihat sebagai peluang bagi perusahaan untuk mampu beropersi lebih efektif.

Dalam konteks organisasional, keragaman dapat digambarkan sebagai sejumlah karakteristik penting dari manusia yang berpengaruh pada nilai-nilai, kesempatan, dan persepsi individu pada dirinya dan orang lain. Karakteristik ini akan meliputi karakteristik utama (primary characteristics), seperti usia, etnis, gender, kemampuan, ras, dan termasuk karakteristik lainnya (secondary characteristics) yaitu geografi, pengalaman kerja, pendapatan, agama, bahasa, gaya berkomunikasi, status keluarga, gaya bekerja, dan pendidikan. Karakteristik tersebut tentunya akan berbeda antara satu orang dengan orang lainnya, yang selanjutnya akan mempengaruhi cara kerja mereka dan akhirnya akan mempengaruhi perusahaan atau organisasi secara keseluruhan.

Karakteristik yang melekat pada beragamnya sumber daya manusia akan menjadi motivasi dan inspirasi bagi perusahaan untuk mampu menghadapi perubahan bisnis yang terjadi melalui daya kreatifitas dan kemampuan yang lebih untuk melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang. Mengingat bahwa keragaman sumberdaya manusia akan sangat berpengaruh pada pengelolaan bisnis perusahaan, maka seharusnya hal tersebut ditempatkan sebagai salah satu isu yang menjadi prioritas utama untuk diperhatikan oleh pihak menajemen perusahaan.

 

PERMASALAHAN 

Thomas dan Ely (1996) menyatakan, bahwa dengan mengelola keragaman sumber daya manusia dengan baik, perusahaan dapat meningkatkan profitabilitasnya, go beyond financial measure untuk mencapai pembelajaran, meningkatkan kreatifitas, meningkatkan pertumbuhan organisasi dan individual, dan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk melakukan penyesuaian secara cepat serta untuk melakukan perubahan dengan sukses.  

Di sisi lain, meningkatnya keragaman sumber daya manusia dalam suatu perusahan juga memiliki sisi negatif, seperti kesulitan untuk berkomunikasi serta meningkatnya ketegangan dan konflik di tempat kerja. Namun demikian, menurut Mathis dan Jackson (2000),  kekuatan dari manfaat yang diperoleh dari keragaman menjadi alasan bagi perusahaan atau organisasi untuk menempatkan keragaman sebagai suatu persoalan strategi SDM.

Seringkali terjadi kasus-kasus diskriminasi dalam organisasi yang berujung pada terjadinya konflik yang semakin meruncing, bahkan tidak jarang harus berkesudahan di meja hijau. Hal tersebut semestinya tidak terjadi bila organisasi memiliki kontrol dan tatakelola yang memadai untuk persoalan keberagaman. Dan tantangan keberagaman itu akan lebih besar ketika terjadi kesempatan yang setara bagi SDM lintas negara dalam dunia kerja.

 Ketika keberagaman ini dikelola secara efektif, organisasi akan mendapatkan keuntungan dari beragam perspektif, pendapat, pengalaman, dan pengetahuan yang berbeda dari para anggotanya untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih baik dan lebih responsif terhadap konsumennya yang semakin beragam pula.

Tentunya manfaat yang diharapkan tidak secara otomatis diperoleh perusahaan, dibutuhkan pemahaman dan pengelolaan yang tepat berkaitan dengan keragaman sumber daya manusia. Selain itu diperlukan perubahan cara pandang pengelolaan keragaman sumber daya manusia serta langkah-langkah yang sesuai untuk kondisi saat ini, agar organisasi mendapatkan manfaat yang sesungguhnya dari insiatif keragaman dalam organisasinya.  

 

ALTERNATIF SOLUSI MASALAH

Dengan diberlakukannya MEA, perusahaan akan dihadapkan pada tekanan peningkatan keragaman sumber daya manusia yang memerlukan perhatian, pemahaman, dan pengelolaan yang tepat agar perusahaan memperoleh manfaat (benefit) yang sebenarnya dari keragaman tersebut yang akhirnya diharapkan akan membawa pengaruh yang berarti untuk mencapai tujuan perusahaan atau organisasi tersebut. Perusahaan atau organisasi harus mau melakukan perubahan cara pandang mereka pada pengelolaan keragaman sumber daya manusia, karena lingkungan yang dihadapi juga mengalami perubahan sehingga organisasi perlu melakukan penyesuaian. Untuk dapat mengubah atau melakukan pergeseran paradigma atau perspektif dalam pengelolaan keragaman sumber daya manusianya, maka organisasi harus memperhatikan beberapa hal dan kondisi seperti yang telah disebutkan di atas. Usaha-usaha menuju ke arah sana memang bukan suatu pekerjaan yang mudah, karena dibutuhkan kemauan dan usaha yang keras untuk dapat mewujudkannya.

Ada beberapa sumber keberagaman yang sering menjadi hambatan dalam perlakuan di tempat kerja, yaitu : usia, jenis kelamin, ras dan kesukuan, agama, kemampuan dan ketidakmampuan, latar belakang sosial ekonomi, orientasi seksual, serta jenis keberagaman lainnya.

Dari sisi manajerial, keberagaman sejatinya memunculkan isu etik dan tanggungjawab sosial. Demikian juga dalam sebuah organisasi. Jika isu keberagaman ini tidak dikelola dengan baik organisasi bisa mengalami keruntuhan, khususnya di lingkungan global. Ada beberapa alasan mengapa keberagaman menjadi isu penting bagi para manager dan perusahaan :

  1. Ada kewajiban etis yang kuat dalam masyarakat untuk memperlakukan orang secara pantas dan adil.
  2. Mengelola keberagaman secara efektif dapat memperbaiki efektifitas organisasi. Ketika para manager mengelola keberagaman secara efektif, mereka tidak hanya mendorong manager lainnya untuk memperlakukan anggota organisasi secara pantas dan adil namun juga menyadari bahwa keberagaman merupakan sumber daya organisasi yang penting yang dapat membantu sebuah organisasi meraih keuntungan kompetitif (competitive advantage).
  3. Ada bukti kuat bahwa individu yang berbeda terus mengalami perlakuan tidak adil di tempat kerja sebagai akibat adanya prasangka, stereotip, dan diskriminasi buruk. Misalnya, perempuan sering dirugikan di tempat kerja karena dinomorduakan daripada pria. Pria menerima gaji lebih baik dari perempuan walaupun memiliki posisi yang sama.

Adapun peran yang dapat dimainkan oleh manager dan pimpinan perusahaan dalam mengelola keberagaman adalah sebagai berikut:

  1. Peran interpersonal. Seorang manager dapat menjadi figur panutan, pemimpin dan sekaligus penghubung.
  2. Peran informasional. Seorang manager harus selalu memonitor SDM, menjadi agen kesetaraan, serta selalu mengkampanyekan kesetaraan dalam organisasi.
  3. Peran pengambil keputusan. Seorang manager dapat menjadi seorang yang berjiwa enterpreuneur, seorang pengambil kebijakan yang tepat, harus mampu mengalokasikan sumber daya yang ada, dan menjadi seorang negosiator yang handal.

Mengelola keberagaman secara efektif tidak hanya memperbaiki bisnis namun juga merupakan kewajiban etik. Seorang manager dapat mengelola keberagaman itu melalui pendistribusian sumber daya yang ada dalam sebuah organisasi. Hal itu dapat ditempuh dengan berpedoman pada prinsip-prinsip keadilan, baik dalam hal distribusi itu sendiri maupun bagaimana prosedur diberlakukan.

Keadilan dalam distribusi, dalam hal ini distribusi hasil, meliputi keadilan distribusi kenaikan gaji, promosi, dan sumber daya organisasi lainnya berdasarkan pada kontribusi yang berarti dari setiap individu dan bukan didasarkan pada karakteristik personal lainnya yang tidak bisa dikontrol. Distribusi dari hasil (outcome) ini harus didasarkan pada kontribusi yang berarti dari setiap individu terhadap organisasi (misalnya, kontribusi waktu, usaha, pendidikan, keterampilan, kemampuan, dan tingkat kinerja mereka) dan bukan didasarkan pada hal-hal atau karakteristik individual yang tidak terkait dengan kinerja dan tidak dapat dinilai (misalnya, jenis kelamin, ras, atau usia).

Keadilan dalam hal prosedur dapat dilakukan dengan penggunaan prosedur yang adil untuk menentukan cara mendistribusikan hasil kepada para anggota organisasi. Keadilan prosedural akan eksis apabila para manager :

  1. melakukan penilaian secara cermat kinerja bawahannya.
  2. Memperhatikan hambatan-hambatan lingkungan bagi kinerja di luar kendali bawahannya, misalnya kurangnya persediaan, kerusakan mesin, dan berkurangnya permintaan dari konsumen.
  3. Mengabaikan karakteristik personal yang tidak relevan misalnya usia dan etnisitas bawahan.

 

REKOMENDASI

Perusahaan atau organisasi saat ini dituntut untuk adil, yaitu menuntut karyawan berprestasi lebih baik dengan juga memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar bagi keluarga yaitu menyediakan konselor di poliklinik (psikolog). Latar belakang budaya kerap menjadi persoalan paling mendasar dalam persoalan keberagaman di organisasi, yang kerap memiliki implikasi psikologis karyawan secara signifikan. Selain itu, persaingan yang ketat dalam dunia kerja berpotensi menyulut tekanan psikologis. Dalam persaingan atau kompetisi akan terjadi gesekan-gesekan psikologis yang berupa konflik yang mengarah ke stres. Oleh karena itu karyawan diharapkan selalu siap sedia untuk menghadapi tekanan-tekanan itu, antara lain dengan melalukan selalu penyesuaian diri.

Karyawan harus dibekali sikap mental yang matang dalam mengantisipasi kondisi dan situasi tersebut. Sudewo (2011) mengatakan, dalam menghadapi persaingan perlu disiapkan karakter dasar yaitu tidak egois, jujur dan disiplin. Diuraikan lebih lanjut apabila ketiga hal tersebut dicapai akan di dapatkan karakter unggul yang berupa ikhlas dan bertanggung jawab, sedangkan bagi pemimpin perlu mempunyai karakter adil dan ksatria. Apabila karakter dasar, karakter unggul dan karakter pemimpin bersatu padu dan ada pada diri setiap individu maka akan merupakan kekuatan untuk siap berkarya dan berkompetisi dengan siapa pun.

Employee Assistant Program (EAP) adalah suatu program pendekatan yang didedikasikan oleh perusahaan untuk membantu peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya dengan memberikan bantuan dan dukungan dalam mengatasi persoalan pribadi maupun permasalahan yang berasal dari tempat kerja. Employee Assistant Program (EAP)merupakan program pendampingan yang bertujuan membuat karyawan tenang, aman dan nyaman meninggalkan keluarga dirumah, serta ada rasa yang sama bagi keluarga yang dirumah melepas orang tua/anak/suami untuk bekerja.

Verina (2002) menegaskan bahwa manajemen stress tidak bisa dilakukan sendirian, harus dilakukan berbagai pihak, apalagi dalam dunia nyata yang penuh persaingan, seperti saat ini. Perasaan gagal dalam menempuh sertifikasi pastinya ditanggapi berbeda antara satu individu dengan individu yang lain; ada ditanggapi dengan senyum tetapi ada yang ditanggapi sangat kecewa yang berkepanjangan. Psikolog Industri dan Organisasi dan Psikolog Klinis akan banyak membantu dalam menangani dan bagaimana mengelola stress yang berkepanjangan yang di akibatkan kompetisi di dunia kerja. Walaupun sebetulnya bisa juga profesi lain yang telah mendapat pelatihan khusus konseling.

Dijelaskan lebih lanjut pengertian EAP dalam Federal Occupational Health adalah Worksite-based, confidential assessment, referral and short-term consultative service for any personal problem that has a negative impact on work performance (Comisiak,2011) Sejarahnya diawali di Amerika Serikat di tahun 1900 (Verina, 2002) pendampingan karyawan yang menderita alkoholisme, psikosomatis,usia yang semakin lanjut dari karyawan, problem emosional dari para eksekutif, teknik manajemen, dan membina lingkungan kerja. Ini disebut sebagai Era pertama. Era kedua, dijelaskan oleh Verina (2002) diarahkan pada pelayanan untuk membantu pengembangan karyawan. Walaupun masih ada penekanan pada karyawan yang kurang sehat dan bagaimana menolong mereka untuk kembali efektif dalam bekerja, dan cakupan EAP adalah kondisi kesehatan mental karyawan secara luas, yakni : 1. To do more about problems in the workplace 2. To act upon the realization that the workplace is both a human-problem breeder, and a problem-resolver 3. To humanize the workplace 4. To develop new work practices based on the awareness that areas are interrelated in the workplace, i.e. health, wholeness, work, relationships, etc. Verina (2002) menulis lebih lanjut mengenai kondisi saat ini yaitu era ketiga yang mulai bergeser menjadi pelayanan hukum dan keuangan, manajemen stress, konseling melalui telepon (hot-line) ataupun tatap muka.

 

 

REFERENSI

Comisiak, S. 2011. The Employee Assistance Program:A Brief Review for Managers, Federal. Occupatonal Heath.

Mathis, L. Robert & Jackson H, Hohn. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia, Buku 1, Edisi Pertama, Jakarta : Penerbit Salemba Empat.

Sudewo, E. 2011. Character Building. Jakarta: Republika Penerbit.

Sunyoto, Danang. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: CAPS (Center for Academic Publishing Service).

Thomas, A. David, Ely J. Robin. 1996. Making Differences Matter : A New Paradigm for Managing Diversity. Harvard Business Review. September-October.

Verina H, Secapramana. 2002. Program pendampingan karyawan (Employee assistanceProgram): salah satu alternative untuk membantupengembangan kompetensi individu dan organisasi, Makalah Konferensi APIO, Surabaya 2-3 Agustus 2002.

Fasilitas komentar tidak disertakan.

Zona Integritas

Zona Integritas BDI Yogyakarta