Legenda Sang Pemimpin

Legenda Sang Pemimpin

 

 

Siapa yang tak kenal Soekarno, Mahatma Gandhi, ataupun Nelson Mandela? Mereka adalah sederet nama pemimpin yang mendunia dan termahsyur karena gagasan dan pengabdiannya terhadap kaum dan bangsanya. Soekarno adalah orator yang ulung, pemimpin yang memiliki mimpi yang besar sekaligus arsitek bertangan dingin. Ia memulai dengan gagasan yang mungkin bagi sebagain besar kalangan hanya menjadi ”mimpi disiang bolong”. Beliaulah yang bermimpi bangsa ini menjadi bangsa yang merdeka ketika penjajahan masih menancapkan kuku kekuasaannya di bumi pertiwi. Beliau jugalah yang bermimpi memiliki stadion termegah di Asia yang sekarang dikenal sebagai Stadion Senayan. Mimpi itupun terwujud dan hingga sekarang stadion itu masih megah berdiri dan menjadi saksi nyata dari mimpi-mimpi besarnya untuk bangsa ini.

 

 Nelson Mandela, mantan presiden dari Afrika Selatan, merupakah tokoh pembebas bangsanya dari belenggu penjajahan apartheid. Sesuai dengan namanya yang dalam bahasa Xhosa Rolihlahna berarti pembuat onar, ia benar-benar berhasil menorehkan namanya sebagai ”pembuat onar” bagi rezim yang rasialis, penuh prasangka dan kekerasan. Dari hasil perjuangannya kini bangsa Afrika Selatan bisa menghirup kebebasan dengan damai.

 

Dalam perjuangannya Nelson Mandela banyak dipengaruhi oleh pemikiran Mahatma Gandhi,  tokoh spiritual yang sangat berpengaruh di India. Sejarah India takkan pernah bisa dilepaskan dari sosok yang bertubuh kurus ini. Kehidupan Mahatma Gandi—yang namanya berarti berjiwa agung— bukan hanya menginspirasi Nelson Mandela, tapi sederet nama pemimpin dunia yang sangat berpengaruh bagi kaumnya juga terinspirasi oleh pemikiran Gandhi, sebut saja tokoh pejuang kulit hitam Martin Luther King, Dalai Lama, Lech Walesa, Cesar Chavez, Aung San Suu Kyi, Benigno Aquino Jr., Desmond Tutu. Selain membela kaumnya di India Gandhi muda pernah berjuang di Afrika Selatan selama 4 tahun. Di tanah Afrika ia berjuang mengkampanyekan hak-hak sipil dan menentang perlakuan diskriminatif pemerintah Afrika Selatan.

 

Gandhi lahir dikeluarga yang mapan. Ayahnya seorang Sultan atau Perdana Menteri di Kesultanan Gujarat. Ia juga seorang yang berpendidikan tinggi lulusan bidang hukum dari Universitas College, London yang diraihnya pada usia 22 tahun. Namun kemapanan yang ia peroleh tidak membuatnya buta terhadap penderitaan yang dialami kaumnya. Ia justru memilih melepaskan baju kemapanannya. Pilihan yang tentu saja ”aneh” dan tidak populer. Gandhi memilih meretas jalan ”penderitaan” demi terbebasnya bangsa India dari penjajahan Inggris.

 

Nilai-nilai Kepemimpinan

 

Beberapa waktu yang lalu saya membaca pesan dari kawan lama melalui facebook, ia mengutip pendapat Lu Shun, penulis China yang terkenal pada masa tahun 1930. Lu Shun mengatakan sesungguhnya tangisan pertama dari seorang bayi jenius, juga sama dengan bayi lainnya. Tak mungkin tangisan bayi akan muncul sebagai syair yang indah (Lu Shun, 17 Januari 1924). Setelah membaca pesan kawan saya ini, saya kemudian membayangkan bagaimana tangisan pertama seorang Mahatma Gandhi, Soekarno, dan Martin Luther King. Seperti yang dikatakan Lu Shun saya pikir tangisan pertama merekapun kurang lebih sama dengan tangisan bayi lainnya. Lingkungan dan nilai-nilai yang mereka pegang teguh telah membentuk mereka menjadi pemimpin yang menginspirasi jutaan umat dunia lainnya.

 

Lantas lingkungan dan nilai seperti apakah yang begitu luar biasa mampu membentuk mereka? Gandhi adalah tokoh yang memiliki keselarasan antara pikiran dan tindakan. Mahatma Gandhi memilih menempuh jalan hidupnya dan mengabdi pada penderitaan. Ia membela kaum tertindas di negerinya. Lima prinsip utama yang ia yakini : (1) Tidak ada diskriminasi dalam hukum (2) Setiap orang harus bertanggung jawab (3) Setiap korban wajib mendapat perlindungan hukum (4) Tidak boleh mengeksploitasi orang lemah, dan (5) Penyelesaian konflik secara manusiawi dan bermartabat.

 

Sementara seorang Soekarno sejak muda sudah berjuang melawan imperialisme. Soekarno salah satu dari sekian banyak pejuang kemerdekaan yang telah mengorbankan waktu, tenaga dan masa depannya. Sebagai insinyur ITB pada masa itu sebenarnya Soekarno muda memiliki banyak kesempatan mendapatkan pekerjaan yang menjanjikan penghasilan lebih dan tentu saja materi yang lebih dari cukup. Ia dengan sadar melepaskan semua kesempatan itu, dan ”mengorbankan” masa mudanya justru keluar masuk penjara untuk perjuangan Indonesia merdeka.

 

Sosok Nelson Mandela, seperti ditulis oleh Richard Stengel, wartawan TIME dalam buku Long Walk To Freedom: The Autobiography of Nelson Mandela memiliki prinsip yang dikenal dengan Madiba's Rules. Ada tujuh prinsip dalam Madiba's rules yaitu: pertama, “Berani bukanlah tiadanya rasa takut. Keberanian menginspirasi orang untuk mengatasi rasa takut”. Kedua, “Memimpin dari depan. Tetapi jangan meninggalkan kekuatan bagian belakang”.Ketiga, “Memimpin dari belakang, dan biarkan orang percaya bahwa mereka berada di depan”. Keempat, “Kenali musuhmu dan pelajari olahraga favoritnya”.Kelima: “Dekatlah dengan temanmu, tetapi harus lebih dekat dengan musuhmu”. Keenam: “Perhatikan penampilan, jangan lupa untuk tersenyum”. Ketujuh:“Tak ada perbedaan antara kulit putih dan kulit hitam”. Kedelapan:“Berhenti berkarier adalah juga memimpin”. Seorang pemimpin tidak selalu menjadi orang nomor satu. Kekalahan juga harus bisa diterima oleh seorang pemimpin. Itu menunjukan bahwa kepemimpinannya tidak selamanya harus dengan cara duduk menjadi orang nomor satu.

Kepemimpinan tidak serta merta stereotipe seperti ketua, presiden, ataupun public figure seperti para tokoh diatas. Kepemimpinan ada dalam diri tiap manusia. Masing-masing dari kita adalah pemimpin yakni pemimpin bagi dirinya sendiri. Mahatma Gandhi, Soekarno, Nelson Mandela adalah inspirasi bagi kita dalam menjalani kehidupan. Anand Krisna mengatakan bahwa seorang pemimpin sejati haruslah memulai kepemimpinannya dengan diri sendiri. Sebelum mengolah sesuatu di luar diri, ia harus dapat mengolah dirinya sendiri. Kegagalan para pemimpin kita selama ini semata-mata karena kegagalan mereka memimpin diri, membawa diri, dan mengolah diri. (NHK, dari berbagai sumber)

Fasilitas komentar tidak disertakan.

Zona Integritas

Zona Integritas BDI Yogyakarta