Berkilaunya Industri Kreatif

Pada tahun 1990-an, dimulailah era baru ekonomi dunia yang mengintensifkan informasi dan kreativitas, era tersebut populer dengan sebutan ekonomi kreatif. Perkembangan ekonomi kreatif menjadi penting karena merupakan wujud dari upaya mencari pembangunan yang berkelanjutan melalui kreativitas, yang mana pembangunan berkelanjutan adalah suatu iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan .

Industri Kreatif dapat diartikan sebagai kumpulan aktivitas ekonomi yang terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi. Industri kreatif juga dikenal dengan nama lain Industri Budaya (terutama di Eropa) atau juga Ekonomi Kreatif.  Kementerian Perdagangan Indonesia menyatakan bahwa Industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Menurut Howkins, Ekonomi Kreatif terdiri dari periklanan, arsitektur, seni, kerajinan. desain, fashion, film, musik, seni pertunjukkan, penerbitan, Penelitian dan Pengembangan (R&D), perangkat lunak, mainan dan permainan, Televisi dan Radio, dan Permainan Video.

Berbeda dengan karakteristik industri pada umumnya, industri kreatif merupakan kelompok industri yang terdiri dari berbagai jenis industri yang masing-masing memiliki keterkaitan dalam proses pengeksploitasian ide atau kekayaan intelektual (intellectual property) menjadi nilai ekonomi tinggi yang dapat menciptakan kesejahteraan dan lapangan pekerjaan. Berdasarkan hasil studi, Negara Inggris mengelompokkan Industri Kreatifnya kedalam 13 sektor (Advertising; Architecture; Art & Antiques Markets; Craft; Design; Designer Fashion; Film & Video; Interactive Leisure Software; Music; Performing Arts; Publishing; Software & Computer Services; Television and Radio). Mengadopsi pengklasifikasian tersebut dan didasari dengan beberapa pertimbangan, maka Indonesia mengelompokkan Industri Kreatifnya kedalam 14 kelompok industri (subsektor), seperti yang terlihat dibawah ini. Di Indonesia, Industri kreatif didefinisikan sebagai industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.

Industri kreatif dipandang semakin penting dalam mendukung kesejahteraan dalam perekonomian, berbagai pihak berpendapat bahwa "kreativitas manusia adalah sumber daya ekonomi utama" dan bahwa “industri abad kedua puluh satu akan tergantung pada produksi pengetahuan melalui kreativitas dan inovasi.

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan bahwa sumbangan ekonomi kreatif sekitar 4,75% pada PDB 2006 (sekitar Rp 170triliun rupiah) dan 7% dari total ekspor pada 2006. Pertumbuhan ekonomi kreatif mencapai 7,3% pada 2006, atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,6%. Sektor ekonomi itu juga mampu menyerap sekitar 3,7 juta tenaga kerja setara 4,7% total penyerapan tenaga kerja baru, dimana salah satu kontributor yang cukup besar adalah dari sektor kerajinan dengan kontribusi sebesar 18,38%. Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian, Euis Saedah, menyatakan industri kreatif meningkat 7 persen setiap tahunnya. Industri ini termasuk yang mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia tiap tahunnya. Subsektor fesyen dan kerajinan merupakan subsektor yang dominan memberikan kontribusi ekonomi baik itu nilai tambah, tenaga kerja, jumlah unit usaha, dan ekspor. Kedua subsektor tersebut menyumbang nilai ekspor hingga mencapai rata-rata US$ 13 miliar per tahun dalam beberapa tahun ini. Nilai tambah keduanya pun, menurutnya, memiliki rata-rata yang cukup tinggi. Hingga awal tahun ini, subsektor fesyen berkonstribusi sebesar 44,3 persen dari total sektor industir kreatif, sementara kerajinan memiliki kontribusi sebesar 24,8 persen.Terkait penyerapan tenaga kerja, Euis menambahkan, industri fesyen dan kerajinan memiliki kontribusi yang cukup besar yakni sebesar 51,7 persen untuk fesyen dan 35,7 persen untuk subsektor kerajinan.

Apabila dilihat dari sisi nilai Produk Domestik Bruto, industri kreatif Indonesia memberikan kontribusi rata-rata sebesar 4,74% terhadap perekonomian Indonesia pada periode tahun 2002 – 2006. Angka tersebut tidak jauh berbeda apabila dibandingkan dengan Negara-negara lain yang telah melakukan pemetaan terhadap sektor indutri kreatif seperti Selandia Baru (3,10%), Amerika Serikat (7,75%), Australia (3,30%) dan Singapura (2,80%). Dari sisi ketenagakerjaan, rata-rata 3 terbesar jumlah tenaga kerja sektoral masih diduduki oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan (41,039 Juta), sektor perdagangan, hotel, dan restoran (18,374 Juta), dan sektor jasa kemasyarakatan (9,87 Juta). Industri kreatif menempati peringkat ke-7 dari 10 lapangan usaha utama dengan rata-rata jumlah tenaga kerja selama periode 2002 – 2006 sebanyak 3,7 Juta (3,97%) dari total 93,3 Juta tenaga kerja Indonesia. Bila dibandingkan dengan Negara lain yang telah memetakan sebelumnya, proporsi tenaga kerja industri kreatif Indonesia tidak jauh berbeda dengan Amerika Serikat (5,9%), Australia (3,8%), Selandia Baru (3,6%), Singapura (3,4%), dan Taiwan (3,56%).

Didalam tulisan Potrait of Creative Industry in Indonesia, dengan jumlah populasi sebanyak 231 Juta jiwa, Indonesia merupakan satu negara yang sangat potensial untuk mengembangkan perekonomian kreatif, khusunya dikarenakan kekayaan sumber daya alam dan budaya. Bahkan berdasarkan pengamatan yang dilakukan, pada tahun 2007, industri kreatif telah mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan neraca pendapatan sebanyak 6.3% dengan penjualan mencapai nilai Rp. 19 triliun. Pemerintah sendiri menargetkan industri kreatif Indonesia tumbuh 6,3 persen pada 2009 serta penciptaan lapangan kerja baru untuk 5,4juta orang (5,9 persen), dan pengurangan kemiskinan.

Menurut data Studi Industri kreatif Indonesia, pada tahun 2008 merupakan ekspor industri kreatif tertinggi dari total ekspor nasional yaitu sebesar 114.925 miliar rupiah atau setara dengan 7,5% ekspor nasional. Sedangkan impor industri kreatif sebesar 10.442 miliar rupiah (setara 0,8% impor nasional), sehingga terdapat net ekspor sekitar 104.483 miliar rupiah.

Pada tahun 2013 prospek bisnis sektor industri sem akin menjanjikan. Pada tahun 2013 omzet industri kreatif di Indonesia diperkirakan mencapai Rp 600 triliun.Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu mengaku, kenaikan bisnis ekonomi kreatif Indonesia tahun ini akan tumbuh rata-rata 10% lebih dibandingkan 2012 yang mencapai Rp 530 triliun.

Kontribusi industri kreatif bisa dikatakan cukup signifikan dalam aktivitas ekonomi dan dapat digunakan sebagai salah satu pilar untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional. Ketahanan ekonomi yang dimaksud adalah suatu kondisi kehidupan perekonomian bangsa yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan atas demokrasi ekonomi yang berlandaskan suatu pancasila yang mampu memelihara stabilitas ekonomi . Dengan terciptanya ketahanan ekonomi, tentu saja hal ini akan menimbulkan suatu kemandirian ekonomi sehingga tujuan untuk mensejahterakan bangsa Indonesia dapat tercapai.

Ditengah prospeknya yang bagus, industri ini menghadapi beberapa permasalahan, antara lain: (1) Kecenderungan kontribusi ekspor yang menurun dibanding struktur ekspor nasional, (2) Kebijakan dan infrastruktur yang belum mendukung industri ini, (3) Pelaku industri kreatif (kuantitas dan kualitas SDM) masih sedikit dan akses informasi kurang, (4) Minimnya apresiasi terhadap pelaku industri, (5) Lemahnya dukungan pembiayaan dan sulitnya untuk mendapatkan dana alternative.

 

 

Peningkatan Daya Saing Industri Kreatif

Hasil evaluasi Kementerian Perindustrian menunjukkan daya saing ekonomi kreatif Indonesia masih sangat rendah. Kondisi tersebut menyebabkan sulitnya para pelaku ekonomi kreatif untuk mengakses pasar internasional. Dirjen Ekonomi Kreatif Berbasis Media, Desain, dan Iptek Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif I Gde Pitana mengatakan, rendahnya daya saing hasil industri kreatif Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, seperti bahan baku yang kurang baik dan kurangnya promosi serta daya tahan produk. Selain itu pengembangan industri kreatif juga terganjal permasalahan akses terhadap permodalan.

Daya saing produk ekspor dari industri kreatif skala mikro, kecil dan menengah (UMKM) nasional dinilai layak untuk pacu lebih jauh. Meningkatkan daya saing dapat diartikan meningkatkan berbagai aspek yang kemudian dengan peningkatan tersebut mampu menjalankan aktifitas ekonominya. Lantas bagaimana melakukan peningkatan daya saing? Dalam menyongsong perdagangan global tentu prospek dari industri kreatif harus dioptimalkan dan permasalahannya harus diminimalisir. Salah satu upaya peningkatannn daya saing misalnya kegiatan peningkatan sumberdaya manusia dapat disandingkan dengan pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan itu diamanatkan undang-undang kepada negara. Sedangkan bantuan modal diberikan pemerintah dalam bentuk pinjaman kepada Usaha Kecil Menengah (UKM). Inilah kontribusi pemerintah dalam membangkitkan perekonomian nasional selain kebijakan makro, stabilitas politik dan hukum, pembangunan infrastruktur, dan sebagainya.

Menurut Pemerhati UMKM Wasis Gunadi terdapat tiga strategi untuk meningkatkan daya saing industri kreatif. Pertama, cost leaderships atau menjual produk dengan harga paling murah. Kedua mengedepankan product differentiation atau menghasilkan produk yang tampil beda. Strategi ketiga adalah fokus atau melayani pasar yang tidak bisa dijangkau oleh pesaing."Ketiga strategi ini dianggap masih relevan hingga saat ini. Melihat karakter UMKM Indonesia serta iklim usaha pada pasca perdagangan bebas ASEAN-China yang paling logis diikuti dari ketiga strategi itu adalah mengedepankan produk yang tampil beda atau punya keunikan tersendiri sebab produk itu memiliki keunikan memiliki daya saing kuat meski harganya relatf sedikit mahal. Karena itu industri kreatif wajib dikembangkan oleh UMKM, terutama untuk menyasar pangsa ekspor. “Ke depannya, pemerintah harus memberi dukungan lebih optimal, karena selama ini pemerintah masih kecil perhatiannya bagi perkembangan industri kreatif. Belum pernah ada publikasi bahwa pengembangan industri kreatif oleh UMKM adalah program unggulan instansi.

Seperti yang telah diuraikan pada buku pedoman rencana pengembangan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Pemerintah Indonesia, melalui beberapa Kementerian, khususnya Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Kementerian Komunikasi dan Informasi, dan Kementerian Tenaga Kerja, telah menaruh perhatian besar terhadap perkembangan ini, dimulai dengan usaha untuk membuat road map industri, pelatihan-pelatihan, hingga penyelenggaran pameran bertemakan ekonomi kreatif dan industri kreatif. Sejalan dengan hal tersebut, dalam buku II Rencana Induk Pengembangan Industri Kecil Menengah 2002 – 2004, disebutkan bahwa pemerintah telah menaruh angka pertumbuhan sebanyak 5 % ditengah terpuruknya perekonomian negara ini. Di dalam rencana iterasi ketiga, bahkan pertumbuhan sektor kerajinan dipatok pada pertumbuhan senilai 7 % hingga tahun 2020. Sikap optimis ini dituangkan pada rencana program pengembangan industri kecil menengah dengan menitik beratkan perhatian pada Industri Kecil Menengah Penggerak Perekonomian Daerah, yaitu industri yang memproduksi barang dan jasa yang menggunakanbahan baku utamanya berbasis pada pendayagunaan sumber daya alam, bakat dan karya seni tradisional dari daerah setempat. Dengan memberikan ciri antara lain kemudahan memperoleh bahan baku yang terdapat pada daerah, penggunaan teknologi sederhana sehingga mudah dilakukan alih teknologi, sifat padat karya atau menyerap tenaga kerja yang cukup banyak,kepemilikan ciri khas terkait dengan karya seni budaya daerah setempat, dan melibatkan masyarakat ekonomi lemah setempat.

Fasilitas komentar tidak disertakan.

Zona Integritas

Zona Integritas BDI Yogyakarta