Mengenal Potensi Diri Melalui Konsep Kecerdasan Majemuk

Konsep Kecerdasan pada Umumnya

Dalam dunia pendidikan, kecerdasan menjadi bahasan utama. Pendidikan dan kecerdasan adalah dua hal yang koheren. Dalam hal ini kecerdasan dianggap sebagai salah satu faktor utama yang menentukan sukses gagalnya peserta didik belajar di sekolah. Peserta didik yang mempunyai taraf kecerdasan rendah atau di bawah normal sukar diharapkan berprestasi tinggi. Tetapi tidak ada jaminan bahwa dengan taraf kecerdasan tinggi seseorang secara otomatis akan sukses belajar di sekolah. Pemahaman mengenai kecerdasan yang dikaitkan dengan kemampuan otak berfikir secara logis sebagai faktor penentu keberhasilan pendidikan memang tidak ada salahnya. Namun, benarkah kecerdasan semata harus dipahami secara demikian?

Terdapat beberapa cara untuk mendefinisikan kecerdasan. Dalam beberapa kasus, kecerdasan bisa termasuk kretivitas, kepribadian, watak, pengetahuan, atau kebijaksanaan. Namun beberapa psikologi tidak memasukan hal-hal tadi dalam kerangka definisi kecerdasan. Kecerdasan biasanya merujuk pada kemampuan atau kapasitas mental dalam berpikir, namun belum terdapat definisi yang memuaskan mengenai kecerdasan. Stenberg dan Slater (2007) mendefinisikannya sebagai tindakan atau pemikiran yang bertujuan dan adaptif.

Sedangkan pengertian intelegensi atau kecerdasan secara etimologis yaitu berasal dari bahasa inggris “intellegence” yang juga berasal dari bahasa latin yaitu “intellectus dan intelligentia atau intellegere”. Teori tentang intelegensi pertama kali dikemukakan oleh Spearman dan Wynn Jones Pol pada tahun 2007. Spearman dan Wynn  mengemukakan adanya konsep lama mengenai suatu kekuatan (power) yang  dapat melengkapi akal pikiran manusia tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan tersebut dalam bahasa Yunani disebut dengan “Nous”, sedangkan penggunaan kekuatannya disebut “Noeseis”. Intelegensi berasal dari kata Latin yang berarti memahami. Jadi intelegensi adalah aktivitas atau perilaku yang merupakan perwujudan dari daya atau potensi untuk memahami sesuatu.

 

Konsep Kecerdasan Majemuk Howard Gardner

Dari sekian pemahaman mengenai kecerdasan di atas, nampaknya pemahaman kecerdasan yang disampaikan oleh Howard Gardner patut mendapat perhatian lebih. Pasalnya Howard Gardner telah mencetuskan  teori kecerdasan majemuk. Howard Gardner sendiri adalah seorang psikolog dan ahli pendidikan. Dia lahir pada tanggal 11 Juli 1943 di Scranton, Pennsylvania. Dalam perjalanan karirnya, pada tahun 1995-sekarang dia menjabat sebagai ketua tim Proyek Zero di Harvard Graduate School of Education, yaitu kelompok penelitian dan yang bertujuan untuk memperkuat pendidikan seni. Melalui penelitian di proyek itulah dia menemukan teori kecerdasan majemuk yang kemudian dipublikasikan pertama kali dengan terbitnya buku Urames of Mind pada tahun 1983. Dalam teori kecerdasan majemuknya, Howard Gardner menunjukkan bahwa pada dasarnya setiap individu memiliki banyak kecerdasan. Menurut Gardner, kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan dan menyelesaikan masalah dan menghasilkan produk.

Berikut ini adalah kecerdasan majemuk yang dipetakan oleh Howard Gardner:

  1. Kecerdasan Bahasa/Linguistik (Linguistic Intelligence) adalah kemampuan untuk menggunakan dan mengolah kata-kata secara efektif, baik secata oral maupun tertulis. Ini merupakan kecerdasan para jurnalis, juru cerita, penyair, dan pengacara. Jenis pemikiran inilah yang menghasilkan King Lear karya Shakespeare, Odyssey karya Homerus, dan Kisah Seribu Satu Malam dari Arab. Orang yang cerdas dalam bidang ini dapat berargumentasi, meyakinkan orang, menghibur, atau mengajar dengan efektif lewat kata-kata yang diucapkannya. Mereka senang bermain-main de¬ngan bunyi bahasa melalui teka-teki kata, permainan kata (pun), dan tongue twister. Kadang-kadang mereka pun mahir dalam hal-hal kecil, sebab mereka mampu mengingat berbagai fakta. Bisa jadi mereka adalah ahli sastra. Mereka gemar sekali membaca, dapat menulis dengan jelas, dan dapat mengartikan bahasa tulisan secara luas.
  2. Kecerdasan Matematis-Logis (Logical-Mathematical Intelligence) adalah kemampuan untuk menangani bilangan dan perhitungan, pola serta pemikiran logis dan ilmiah. Ini merupakan kecerdasan para ilmuwan, akuntan, dan pemrogram komputer. Newton menggunakan kecerdasan ini ketika ia menemukan kalkulus. Demikian pula dengan Einstein ketika ia menyu-sun teori relativitasnya. Ciri-ciri orang yang cerdas secara logis-mate-matis mencakup kemampuan dalam penalaran, mengurutkan, berpikir dalam pola sebab-akibat, menciptakan hipotesis, mencari keteraturan konseptual atau pola numerik, dan pandangan hidupnya umumnya bersifat rasional.Bentuk lain dari kecerdasan manusia adalah kecerdasan logika-matematika. Shearer (2004: 4) menyatakan bahwa “Kecerdasan logika-matematika meliputi keterampilan berhitung juga berpikir logis dan keterampilan pemecahan masalah”. Matematikawan bukanlah satu-satunya ciri orang yang menonjol dalam kecerdasan logika-matematika. Siapapun yang dapat menunjukkan kemampuan berhitung dengan cepat, menaksir, melengkapi permasalahan aritmetika, memahami atau membuat alasan tentang hubungan-hubungan antar angka, menyelesaikan pola atau melengkapi irama bilangan, dan membaca penanggalan atau sistem notasi lain sudah merupakan ciri menonjol dari kecerdasan logika-matematika (Gardner, 2003).
  3. Kecerdasan ruang-spasial (Visual-Spatial Intelligence) adalah kemampuan untuk menangkap dunia ruang-spasial secara tepat. Kecerdasan spasial adalah kecerdasan berpikir dalam gambar, serta kemampuan untuk mencerap, mengubah, dan menciptakan kembali berbagai macam aspek dunia visual-spasial. Kecerdasan ini merupakan kecerdasan para arsitek, fotografer, artis, pilot, dan insinyur mesin. Siapa pun yang merancang piramida di Mesir, pasti mempunyai kecerdasan ini. Demikian pula dengan tokoh-tokoh seperti Thomas Edison, Pablo Picasso, dan Ansel Adams. Orang dengan tingkat kecerdasan spasial yang tinggi hampir selalu mempunyai kepekaan yang tajam terhadap detail visual dan dapat menggambarkan sesuatu dengan begitu hidup, melukis atau membuat sketsa ide secara jelas, serta dengan mudah menyesuaikan orientasi dalam ruang tiga dimensi. Kecerdasan ruang kadang-kadang disebut juga dengan kecerdasan visual-spasial. Kecerdasan ini meliputi kemampuan-kemampuan untuk merepresentasikan dunia melalui gambaran-gambaran mental dan ungkapan artistik (Shearer, 2004). Gardner (2003 : 173) mengakui bahwa “Pusat bagi kecerdasan ruang adalah kapasitas untuk merasakan dunia visual secara akurat, untuk melakukan transformasi dan modifikasi terhadap persepsi awal atas pengelihatan, dan mampu menciptakan kembali aspek dari pengalaman visual, bahkan sampai pada ketidakhadiran dari stimulus fisik yang berhubungan dengan pengalaman visualnya”. Ada banyak profesi atau ciri orang yang memerlukan kecerdasan ruang seperti, seorang pelaut memerlukan kemampuan untuk mengemudikan perahunya dengan bantuan peta; seorang arsitek dapat memanfaatkan sepetak ruang untuk membuat bangunan, dan seorang gelandang harus mampu memperkirakan seberapa jauh penyerang dapat menerima operan bola (Checkley, 1997). Kecerdasan visual-spasial berhubungan dengan objek dan ruang yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
  4. Kecerdasan Musikal (Musical Intelligence) adalah kemampuan untuk mengembangkan, mengekspresikan, dan menikmati bentuk-bentuk musik dan suara. Kecerdasan musikal adalah kemampuan untuk mencerap, menghargai, dan menciptakan irama dan melodi. Bach, Beethoven, atau Brahms, dan juga pemain gamelan Bali atau penyanyi cerita epik Yugoslavia, semuanya mempunyai kecerdasan ini. Kecerdasan musikal juga dimiliki orang yang peka nada, dapat menyanyikan lagu dengan tepat, dapat mengikuti irama musik, dan yang mendengarkan berbagai karya musik dengan tingkat ketajaman tertentu.
  5. Kecerdasan Kinestetik-Badani (Bodily-Kinesthetic Intelligence) adalah kemampuan menggunakan tubuh atau gerak tubuh untuk mengekspresikan gagasan atau perasaan. Kecerdasan kinestetik jasmanis adalah kecerdasan fisik. Kecerdasan ini mencakup bakat dalam mengendalikan gerak tubuh dan kete-rampilan dalam menangani benda. Atlet, pengrajin, montir, dan ahli bedah mempunyai kecerdasan kinestetik-jasmani tingkat tinggi. Demikian pula Charlie Chaplin, yang memanfaatkan kecerdasan ini untuk melakukan gerakan tap dance sebagai "Little Tramp". Orang dengan ke¬cerdasan fisik memiliki keterampilan dalam menjahit, bertukang, atau merakit model. Mereka juga menikmati kegiatan fisik, seperti berjalan kaki, menari, berlari, berkemah, berenang, atau berperahu. Mereka adalah orang-orang yang cekatan, indra perabanya sangat peka, tidak bisa tinggal diam, dan berminat atas segala sesuatu.
  6. Kecerdasan interpersonal (Interpersonal Intelligence) adalah kemampuan untuk mengerti dan peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, dan temperamen orang lain. Kecerdasan Antarpribadi adalah kemampuan untuk memahami dan bekerja sama dengan orang lain. Kecerdasan ini terutama menuntut kemampuan untuk mencerap dan tanggap terhadap suasana hati, perangai, niat, dan hasrat orang lain. Direktur sosial sebuah kapal pesiar harus mempunyai kecerdasan ini, sama halnya dengan pemimpin perusahaan besar. Seseorang yang mempunyai kecerdasan antarpribadi bisa mempunyai rasa belas kasihan dan tanggung jawab sosial yang besar seperti Mahatma Gandhi, atau bisa juga suka memanipulasi dan licik seperti Machiavelli. Namun, mereka semua mempunyai kemampuan untuk memahami orang lain dan melihat dunia dari sudut pandang orang yang bersangkutan. Oleh karena itu, mereka dapat menjadi networker, perunding, dan guru yang ulung.
  7. Kecerdasan intrapersonal (Intrapersonal Intelligence) adalah kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan untuk bertindak secara adaptatif berdasarkan pengenalan diri itu. Kecerdasan Intrapribadi atau kecerdasan dalam diri sendiri. Orang yang kecerdasan intrapribadinya sangat baik dapat dengan mudah mengakses perasaannya sendiri, membedakan berbagai macam keadaan emosi, dan menggunakan pemahamannya sendiri untuk memperkaya dan membimbing hidupnya. Contoh orang yang mempunyai kecerdasan ini, yaitu konselor, ahli teologi, dan wirau-sahawan. Mereka sangat mawas diri dan suka bermeditasi, berkontemplasi, atau bentuk lain penelusuran jiwa yang mendalam. Sebaliknya, mereka juga sangat mandiri, sangat terfokus pada tujuan, dan sangat disiplin. Secara garis besar, mereka merupakan orang yang gemar bela-jar sendiri dan lebih suka bekerja sendiri daripada bekerja dengan orang lain. (Armstrong: 1999: 3-6)
  8. Kecerdasan naturalis (Naturalist Intelligence) adalah kemampuan untuk mengerti alam lingkungan dengan baik, dapat membuat distingsi konsekuensial tain dalam alam natural; kemampuan untuk memahami dan menikmati alam; dan menggunakan kemampuan tersebut secara produktif. Gardner menjelaskan inteligensi lingkungan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat membuat distingsi konsekuensial lain dalam alam natural; kemampuan untuk memahami dan menikmati alam; dan menggunakan kemampuan itu secara produktif dalam berburu, bertani, dan mengembangkan pengetahuan akan alam. Orang yang punya inteligensi lingkungan tinggi biasanya mampu hidup di luar rumah, dapat berkawan dan berhubungan baik dengan alam, mudah membuat identifikasi dan kla-sifikasi tanaman dan binatang. Orang ini mempunyai kemam¬puan mengenal sifat dan tingkah laku binatang, biasanya mencintai lingkungan, dan tidak suka merusak lingkungan hidup. Salah satu contoh orang yang mungkin punya inteligensi lingkungan tinggi adalah Charles Darwin. Kemampuan Darwin untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi serangga, burung, ikan, mamalia, membantunya mengembangkan teori evolusi. Inteligensi lingkungan masih dalam penelitian lebih lanjut karena masih ada yang merasa bahwa inteligensi ini sudah termasuk dalam inteligensi matematis-logis. Namun, Gardner berpendapat bahwa inteligensi ini memang berbeda dengan inteligensi matematis-logis.

 

Pro Kontra Teori Kecerdasan Majemuk Howard Gardner

Ada berbagai kritik dan masalah di sekitar konseptualisasi Howard Gardner tentang kecerdasan majemuk. Diantaranya adalah kecerdasan musik dan kecerdasan kinestetik-jasmani yang lebih baik dianggap sebagai bakat (sehingga mereka biasanya tidak perlu untuk beradaptasi dengan tuntutan hidup).

Apakah ada bukti empiris yang cukup untuk mendukung konsep Howard Gardner? Kritik umum yang dibuat untuk teori Howard Gardner adalah bahwa teori-teorinya agak lebih kuat berasal dari intuisi dan penalaran daripada dari landasan penelitian empiris yang komprehensif. Howard Gardner sendiri tidak mengejar pendekatan ini karena khawatir dengan pengujian tersebut akan mengarah pada pelabelan dan stigmatisasi seseorang. Disisi lain penelitian di seluruh fungsi otak umumnya terus mendukung gagasan kecerdasan majemuk (meskipun tidak selalu secara spesifik dari teori HowardGardner).

Meskipun menuai kritik, teori kecerdasan majemuk tersebut setidaknya memiliki keunggulannya sendiri. Dengan mengenal kecerdasan majemuk kita diharapkan dapat menghormati keunikan setiap orang. Selain itu dalam proses pembelajaran akan tersedia berbagai variasi cara belajar dan sejumlah model penilaian. Dan tak kalah penting adalah cara yang hampir tak terbatas untuk mengaktualisasikan diri.

Fasilitas komentar tidak disertakan.

Zona Integritas

Zona Integritas BDI Yogyakarta