Edukasi Pengelolaan Sampah Mandiri di Dusun Sukunan

Kesadaran masyarakat di Indonesia akan pentingnya mengelola sampah secara mandiri masih sangat rendah. Hal ini semakin diperparah dengan praktik buang sampah sembarangan, baik individual maupun kolektif. Imbasnya, tumpukan sampah yang bukan pada tempatnya kerap menjadi pemandangan dan sumber polusi udara yang tidak mengenakkan. Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi, sampah dapat menjadi penyebab banjir. Kesadaran yang masih rendah tersebut kelak di kemudian hari dapat menjadi bom waktu yang siap meledak jika tidak ada upaya antisipasi. Terutama di daerah perkotaan, selama ini masyarakat masih mengandalkan peran petugas kebersihan untuk menyelesaikan persoalan sampah. Sejatinya memang bukan menyelesaikan, namun keberadaan petugas kebersihan yang diupayakan oleh pemerintah daerah setempat tersebut cukup membantu menjaga kebersihan lingkungan. Sayangnya, keberadaannya tidak cukup menyentuh semua lapisan masyarakat dan menjangkau seluruh jengkal wilayah. Sehingga, persoalan sampah menjadi persoalan keseharian yang seperti tidak akan ada habisnya. Sejauh ini pula kabar paling menggembirakan terkait pengelolaan sampah masih sebatas pada tertampungnya sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Itu pun masih mengandalkan peran pemerintah setempat beserta dinas terkait.

Berbeda halnya dengan yang terjadi pada masyarakat di Kampung Sukunan, mereka telah menjalankan proses pengolahan sampah secara mandiri baik di tingkat rumah tangga hingga di tingkat kelompok. Kegiatan ini pun menghasilkan berbagai produk olahan sampah yang memiliki nilai lebih seperti aneka produk kerajinan dari sampah plastik, kerajinan dari kain perca serta pupuk kompos dari sampah organik. Tidak mengherankan jika mulai 19 Januari 2009 Dusun Sukunan berhak menyandang predikat sebagai Kampung Wisata Lingkungan. Pengelolaan sampah Kampung Sukunan sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2004. Sampai saat ini, sebagian besar warga masyarakat Kampung Sukunan tergabung dalam kelompok-kelompok usaha pengelolaan sampah. Salah satunya adalah kelompok yang menekuni kerajinan berbahan dasar sampah plastik dan kain perca. Anggotanya kebanyakan dari ibu-ibu PKK.

Kisah tentang Kampung Sukunan sebagai Kampung Wisata Lingkungan terangkum di sebuah bangunan bernama Sekretariat Kelompok Pengelolaan Sampah Mandiri. Sebuah bangunan sederhana yang tidak lain adalah rumah hunian pasangan suami-istri Iswanto dan Endah. Mereka berdua yang merintis pengelolaan sampah di Kampung Sukunan. Predikat Kampung Wisata Lingkungan bisa dibilang buah manis dari jerih payah mereka berdua dan seluruh warga Sukunan selama ini dalam mengelola dan memberdayakan sampah. Di sekretariat itulah, segala kisah tentang perjuangan mengangkat harkat sampah terangkum indah. Di salah satu almari ruang tamu, berjajar piala dan piagam penghargaan. Tampak pula di salah satu dindingnya, foto saat pasangan suami istri itu mendapat penghargaan dari Pak SBY ketika masih manjabat sebagai Presiden RI.  Di ruangan yang luasnya tidak lebih dari 9 m2 itu dipajang pula poster-poster pengelolaan sampah beserta produk-produk kerajinan berbahan dasar sampah plastik. Memang, sekilas terkesan sumpek. Akan tetapi, ruangan itu memancarkan sebentuk narasi indah tentang betapa sampah telah menjadi urat nadi kehidupan kampung itu.

Pendek kata, pengelolaan sampah di Kampung Sukunan nyata melibatkan masyarakat setempat secara mandiri. Dengan kata lain, Kampung Sukunan sudah menerapkan Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (PSBM). Hal ini seperti sudah waktunya menjadi keharusan dalam kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Pasalnya, Produsen sampah utama adalah masyarakat, sehingga masyarakat pula yang harus bertanggung jawab terhadap sampah yang mereka hasilkan.

Satu hal lagi yang mesti diberondong jempol, menjadikan sampah sebagai bahan baku kerajinan sebagaimana yang dilakukan di Kampung Sukunan dapat dibilang sesuatu yang unik. Selain karena belum banyak yang melakukan ini, kerajinan berbahan baku sampah tentu berbeda dengan kerajinan pada umumnya yang identik dengan bahan-bahan alami seperti bambu, rotan, kayu, dan lain sebagainya. Keunggulan lainnya, kerajinan dari bahan alami juga jauh lebih dikenal masyarakat luas dan memiliki pangsa pasar yang jelas. Akan tetapi dengan mengusung konsep ramah lingkungan, kerajinan berbahan baku sampah sangat layak dan potensial untuk dikembangkan. Selain mampu memberi manfaat ekonomi bagi pengrajin yang menggelutinya, dalam hal ini pengelolaan sampah menjadi produk kerajinan dapat menjadi sarana edukasi pemanfaatan sampah.

 

Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (PSBM)

Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (PSBM) adalah suatu pendekatan pengelolaan sampah yang didasarkan pada kebutuhan dan permintaan masyarakat, direncanakan, dilaksanakan (jika memungkinkan), dikendalikan dan dievaluasi bersama masyarakat. Secara gampangnya dikatakan kegiatan berbasis masyarakat jika (i) keputusan ditangan masyarakat keseluruhannya tidak hanya elite-nya saja; (ii) tanggungjawab operasi dan pemeliharaannya di tangan masyarakat sesuai dengan kesepakatan.

Dalam pengertian ini pemeran utama dalam pengelolaan sampah adalah masyarakat. Bukan pemerintah, bukan juga LSM. Pemerintah dan lembaga lainnya hanyalah sebagai motivator dan fasilitator.

Fungsi motivator adalah memberikan dorongan agar masyarakat siap memikirkan dan mencari jalan keluar terhadap persoalan yang mereka hadapi. Jika masyarakat belum siap, fungsi pemerintah atau lembaga lain untuk membantu menyiapkan. Fungsi fasilitator adalah memfasilitasi masyarakat untuk mencapai tujuan kegiatan secara baik dan berkesinambungan. Jika masyarakat mempunyai kelemahan di bidang teknik pemilahan dan pengomposan maka tugas fasilitator adalah memberikan kemampuan masyarakat dengan berbagai cara misalnya dengan memberikan pelatihan, begitu juga jika masyarakat lemah dalam hal pendanaan, maka tugas fasilitator adalah membantu mencari jalan keluar agar masyarakat mampu mendapat pendanaan yang dibutuhkan, tetapi harus dilakukan secara hati-hati jangan sampai membuat masyarakat tergantung.

Tetapi harus dimengerti juga bahwa berbasis masyarakat bukan berarti semuanya dilakukan oleh masyarakat. Yang penting adalah apa yang layak dan realistis dilakukan untuk memecahkan masalah sampah yang dihadapi oleh masyarakat tersebut. Misalnya kalau secara realistis masyarakat tidak mampu dari sisi waktu dan manajemen untuk mengoperasikan maka jangan diserahkan pengoperasiannya pada masyarakat. Lebih baik masyarakat didorong untuk mencari dan menunjuk lembaga profesional atau perorangan yang mampu dan dipercaya untuk mengoperasikan.

 

Edukasi Pemanfaatan Sampah

Sebagaimana diketahui, sampah plastik merupakan limbah rumah tangga yang sangat sulit untuk diuraikan berbeda dengan sampah organik yang cepat bisa terurai. Untuk menguraikan sampah plastik diperlukan waktu yang sangat lama bisa berpuluh-puluh tahun, sampah organik bisa diurai dan diubah menjadi kompos dalam beberapa hari saja. Di lain sisi penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari justru semakin meningkat sehinga problem semakin pelik. Solusinya adalah dengan mengurangi penggunaan bahan yang berasal dari plastik atau mendaur ulang sampah plastik menjadi barang yang bermanfaat. Sampah plastik bisa diolah menjadi aneka kerajinan yang memiliki potensi ekonomi yang cukup baik. Peluang usaha kerajinan sampah plastik ini disamping mendatangkan rezeki juga mengurangi polusi akibat sampah plastik.

Produk kerajinan dengan bahan baku sampah plastik dan perca yang dihasilkan oleh masyarakat Kampung Sukunan merupakan barang-barang keseharian, yang bisa digunakan untuk kegiatan sehari-hari: dompet, tas, tempat pensil, tempat minum, sarung bantal, tutup kulkas, tempat laptop dan tutup galon. Dari sisi penjualan, dompet dan tas memang merupakan produk yang paling laku di antara yang lainnya dan biasanya dapat dibuat tanpa menunggu orderan. Namun secara keseluruhan, kreativitas menyulap sampah jadi barang bernilai tambah nampaknya tidak cukup ternilai hanya dengan rupiah.

Menariknya lagi, berbeda dengan usaha kerajinan yang pada umumnya berlomba-lomba meningkatkan daya saing dengan produk-produk kerajinan lain, perajin dan pengelola  usaha dari Sukunan mengaku bahwa mereka justru semakin senang jika pengolahan sampah yang mereka lakukan bisa diterapkan di tempat-tempat lain. Menurut penuturan Iswanto, bahkan tujuan utama dari pendirian Kelompok Usaha Kerajinan Berbasis Sampah di Kampung Sukunan sejatinya adalah untuk pembelajaran kepada masyarakat. Hal tersebut meliputi bagaimana mengelola sampah dan bagaimana menjadikan sampah yang awalnya merupakan barang yang tidak dipakai dan dibuang dapat dimanfaatkan menjadi barang yang memiliki nilai jual, selain tentu saja dapat mengurangi sampah yang ada di lingkungan masyarakat setempat.

Begitu pula dengan pengolahan sampah menjadi produk selain kerajinan. Pembuatan kompos, misalnya, lebih ditujukan untuk mengedukasi masyarakat atau wisatawan yang mengunjungi Kampung Sukunan. Sebagai Kampung Wisata Lingkungan, Kampung Sukunan memang menawarkan berbagai paket wisata berupa pelatihan berbasis lingkungan yang sarat dengan nuansa edukasi dan rekreasi. Misalnya, sistem pengolahan sampah mandiri, pelatihan pembuatan kerajinan dari plastik, pelatihan pembuatan kerajinan dari kain perca, dan pelatihan pembuatan kompos rumah tangga. Secara umum, wisata edukasi berbasis lingkungan ini diperuntukkan bagi berbagai kalangan, dari mulai murid TK hingga mahasiswa perguruan tinggi maupun masyarakat umum.

Predikat Kampung Wisata Lingkungan juga menjadikan Sukunan ramai dengan kunjungan wisatawan. Setiap bulan terhitung ada ­+ 500 orang pengunjung, di mana 5% -10% nya berasal dari mancanegara. Terhitung sejak tahun 2007 pula pihak donatur diminta untuk menghentikan suplai dana agar Kampung Sukunan dapat mandiri. Seperti dituturkan oleh Iswanto, pada awalnya Australian Consortium for In Country Indonesia (ACICIS) berperan besar dalam mendukung kegiatan pengolahan sampah di Kampung Sukunan. Lembaga ini sudah banyak membantu, salah satunya, menyediakan drum yang kini digunakan untuk pemisahan sampah.

 

Berguru Pada Sukunan

Permasalahan sampah adalah persoalan yang tiada habisnya. Justru semakin lama semakin kompleks karena peningkatan volumenya yang semakin cepat dan tak terkendali. Sementara tempat pembuangannya tak mengalami penambahan luasan yang berarti. Ditambah lagi dengan pengelolaan yang masih menggunakan paradigma lama yakni kumpul-angkut-buang. Paradigma konvensional itulah yang masih terpatri pada bangsa ini. Hal inilah yang menyebabkan persoalan sampah masih dan akan selalu relevan jika didiskusikan. Tentu saja butuh suatu solusi yang kongkrit dan komprehensif sebagai upaya penyelesaiannya. Pastinya butuh kerja keras untuk itu.

Sadar atau tidak sadar, dengan menjalankan program pengelolaan sampah, warga Sukunan telah melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan. Tujuan warga untuk menjadikan desanya sebagai desa yang sehat dan asri dapat terpenuhi, bahkan kreatifitas yang tercipta dari kerajinan sampah, penjualan kompos, penjualan komposter, dan hal lain dapat menghasilkan keuntungan yang pada akhirnya akan kembali lagi ke masyarakat. Semua itu dilakukan dengan tetap mempunyai komitmen tinggi untuk menjaga lingkungan. Harapan besarnya, lingkungan yang ada di sekitar mereka dapat diwariskan kepada generasi penerus dalam kondisi lebih baik. Kesungguhan hati yang tertuang dalam kreativitas membuat Sukunan mendapat banyak penghargaan. Salah satunya pada tahun 2004 Sukunan meraih Trophy Kementrian Lingkungan Hidup.

Segenap upaya yang telah dilakukan warga Kampung Sukunan seyogyanya dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat sekitar dan kita semua. Menjadi agen perubahan memang tidak mudah. Namun kegigihan dan semangat juang yang tinggi niscaya dapat membuat ide perubahan tidak hanya sekedar menjadi angan-angan, tetapi juga terimplementasi dengan baik. Salah satu cara untuk memulainya tentu dari rumah kita sendiri, untuk kemudian ditularkan kepada tetangga dan sesama warga sekitar.

 

Referensi

Alamendah. 2009. Dampak Plastik Terhadap Lingkungan. http://www.alamendah.wordpress.com/2009/07/23/dampak-plastik-terhadap-lingkungan (15 Oktober 2009)

Arcana, I.M. 2009. Perang Melawan Sampah Plastik.http://www.kompas.com(21 Oktober 2009)

Badan Pusat Statistik (BPS). 1999. Volume perdagangan plastik impor di Indonesia . BPS. Jakarta.

Nimpoeno, John., 2004, Psikologi Lingkungan, Bandung, Andira

Sasse et al. 1995. Pemanfaatan Limbah Plastik. http://www.online buku .com/ 2009/01/02/ pengolahan limbah plastic dengan metode daur ulang recycle (15 Oktober 2009)

Label

Kesra

Fasilitas komentar tidak disertakan.

Zona Integritas

Zona Integritas BDI Yogyakarta